Rabu, 18 Mei 2011

Ikhlas, Do’a, dan Harapan Memberi Spirit Dalam Beribadah

“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-an’aam: 162)
Jadi apapun yang kita lakukan tentu harus mengikhlaskan diri kita karena Allah semata.
Tapi tunggu dulu! Orang-orang yang mencari dunia milik Allah lewat jalan ibadah  pun tidak mesti juga serta merta dikatakan tidak ikhlas. Bagaimana kalau mereka secara cerdas, “memisahkan” antara keikhlasan dengan do’a? “Memisahkan” antara keikhlasan dengan harapan? Artinya ketika mereka menjalankan, mereka tahu dengan ilmunya bahwa dengan beribadah, dunia akan Allah dekatkan.

Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk" (QS. Al-A’raaf: 158)
Contoh slah satu ibadah adalah sedekah.  Lalu allah memberitahu bahwa kalau sedang disempitkan rezekinya, bersedekahlah. Nanti allah akan buat yang sulit menjadi mudah.
“Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.“ (QS. Ath-Thalaaq: 7)
Apakah kita disebut tidak ikhlas hanya karena beribadah akan kebenaran janji-Nya? Salahkah juga kalau kita kemudian bersedekah karena kepengen diberikan kemudahan atau karena kesulitan kita kepengen  dihapus-Nya? Sedang ini adalah firman-Nya?
Menurut UST. YUSUF MANSUR dalam buku karangannya THE MIRACLE OF GIVING. MENURUTNYA ADALAH “SAKING PERCAYANYA SAMA PETUNJUK ALLAH, LALU KITA MELAKUKANNYA.”. dan karena harapan adalah dengan berharap kepada-Nya. Saya lebuh kepengen menyebutnya dengan “inilah iman”, percaya pada seruan dan petunjuk Allah. Dan “inilah tauhid”, kita mengesakan allah. Iman dan tauhid yang kemudian sebuah amal shaleh. Begitulah bunyi dari UST. YUSUF MANSUR.
Kalau menjadi metode, maka bisa dengan mudah di ikutii, dicontoh, dan dirasakan oleh banyak orang. Betapapun, succes story lebih mudah masuk ke hati dan pikiran orang. Juga lebih mudah diserap dan masuk ke menjadi pemahaman bagi orang banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar